ANIS SULISTIYO SW 88

Mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer UNSIKA

Minggu, 03 Juni 2012

Bisnis di dunia Maya


Bagi para pengusaha dan praktisi teknologi informasi, melakukan bisnis di dunia maya merupakan permainan dan petualangan baru yang sangat mengasyikkan. Dikatakan sebagai permainan karena menyangkut berbagai jenis aturan dan paradigma baru yang belum pernah dikenal sebelumnya untuk mencapai suatu obyektif. Merupakan petualangan yang mengasyikkan karena hampir semua pemain masih dalam posisi coba-coba sehingga memiliki kesempatan menang atau kalah yang sama. Satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa proses memulai dan mengembangkan bisnis baru merupakan dua hal mendasar yang memiliki prinsip sangat berbeda. Kunci utama dari keberhasilan bisnis di dunia maya adalah memahami benar mengenai karakteristik arena permainan yang lebih dikenal sebagai era ekonomi digital. Artikel ini secara ringkas menjelaskan prinsip-prinsip dasar yang harus diketahui bagi mereka yang berniat untuk memulai dan mengembangkan model bisnis baru dengan memanfaatkan internet sebagai medium bertransaksi.
Arena Ekonomi Digital
Keputusan menyelenggarakan bisnis baru di internet dapat berasal dari berbagai macam alasan, mulai dari ingin memanfaatkan peluang yang ada, mencari keuntungan sebanyak-banyaknya secara cepat, sampai dengan hanya sekedar iseng belaka, atau latah seperti yang umum terjadi di Indonesia (Ghosh, 1998). Terlepas dari latar belakang beragam tersebut, untuk dapat berhasil memulai dan mengembangkan suatu aktivitas yang baik sehingga tercapai obyektif yang diinginkan, para pelaku atau praktisi bisnis harus memahami karakteristik arena  permainannya terlebih dahulu, yang oleh sebagian pakar diistalahkan sebagai ekonomi digital (Evans, 1997). Memahami ekonomi digital sebagai lingkungan makro dari bisnis di dunia maya (dimana internet merupakan medium utama dalam berinteraksi) tidak semudah membaca sebuah konsep atau teori dari bermacam-macam referensi, tetapi lebih jauh merupakan suatu tantangan untuk merubah pola pikir konvensional yang selama ini telah melekat di pikiran masing-masing orang.
Secara gamblang Don Tapscott mendefinisikan dua belas karakteristik mendasar dari ekonomi digital yang pada prinsipnya memperlihatkan terjadinya dua belas pergeseran prinsip dan paradigma dalam ilmu ekonomi (Tapscott, 1996). Kedua belas aspek tersebut adalah: knowledge, digitization, virtualization, molecularization, integration, dis-intermediation, convergence, innovation, prosumption, immediacy, globalization, dan discordance. Teori lain mengenai karakteristik bisnis di internet secara menarik dipaparkan pula oleh Peter Finger melalui delapan belas imperatif bisnis di dunia maya. Mempelajari hal ini merupakan kebutuhan mutlak yang pertama-tama harus dilakukan oleh mereka yang ingin berpetualang di dunia maya karena tanpanya, yang terjadi adalah proses membuang-buang waktu belaka. Seorang konsultan teknologi informasi secara bergurau mengatakan bahwa “old organisation plus information technology is equal to old and expensive organisation”. Alasan utama dibutuhkannya pemahaman yang baik adalah karena banyaknya prinsip-prinsip bisnis yang sama sekali bertentangan dengan hukum ekonomi yang selama ini dikenal. Melalui karakteristik ini pula para praktisi bisnis dapat melihat celah-celah peluang yang dapat dimanfaatkan untuk menjalankan suatu aktivitas usaha secara efektif (Tapscott, 1998).
Langkah Awal
Memutuskan untuk memulai sebuah aktivitas baru biasanya terjadi karena adanya suatu ide, baik hasil permenungan individual maupun kelompok (Indrajit, 2000). Ide ini kemudian berkembang menjadi sebuah niat untuk melakukan sebuah proses penciptaan produk atau jasa yang siap ditawarkan kepada masyarakat (bisnis). Secara informal, pada tahap awal ini ada baiknya kelayakan ide tersebut diuji melalui beragam cara seperti  melalui diskusi, berbagi pengalaman, analisa studi kasus, benchmarking, dan lain sebagainya. Ide yang buruk akan gugur dengan sendirinya karena kurangnya dukungan, sementara ide yang dianggap layak untuk ditindaklanjuti, akan berkembang secara natural (Rayport, 1994).
Jika individu atau kelompok tersebut menganggap bahwa ide yang ada sangat menarik untuk diimplementasikan dalam bentuk bisnis di dunia maya, langkah selanjutnya adalah menentukan target bisnis yang ingin dicapai. Yang dimaksud dengan target bisnis di sini adalah obyektif – biasanya dalam bentuk target kekayaan finansial (wealth) – yang ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu. Visi dan misi bisnis yang di dalam alam ekonomi konvensional menjadi kerangka utama dalam menentukan obyektif usaha biasanya akan terlebur di dalam target ini. Harap diperhatikan bahwa tidak sedikit dari mereka yang terjun ke dunia maya adalah untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat (hit-and-run) sehingga terkadang bagi mereka, visi dan misi bisnis menjadi tidak relevan untuk jangka waktu pendek tersebut.
Langkah selanjutnya adalah menentukan model bisnis yang sesuai dan “workable” agar obyektif yang telah ditentukan tersebut dapat tercapai (Rayport, 1995). Tahapan ini sangatlah penting mengingat model bisnis merupakan segalanya bagi kelangsungan hidup perusahaan. Di dalam bisnis model ini yang paling penting diutamakan adalah bagaimana perusahaan yang bersangkutan dapat hidup paling tidak sampai obyektif yang diinginkan tercapai. Menyangkut permasalahan bisnis model ini adalah penentuan proses rantai nilai (virtual value chain), jenis produk dan jasa yang ditawarkan, target market dan konsumen, dan tentu saja yang terpenting adalah bagaimana profit atau keuntungan bisnis dapat dicapai (revenue generator).  Model bisnis ini merupakan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga harus benar-benar dipikirkan secara masak-masak dan disimulasikan kemungkinan impelementasinya. Harap di-perhatikan bahwa di dalam dunia maya, mempertahankan keunggulan kompetitif tersebut sangatlah sulit karena karakteristiknya yang mudah untuk ditiru para pesaing dalam waktu yang relatif singkat.
Mencari Sumber Daya
Setelah yakin dengan kehandalan model bisnis yang ada, barulah langkah selanjutnya menentukan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan serta mencarinya. Paling tidak ada tiga sumber daya inti, yaitu finansial, manusia, dan teknologi. Menentukan sumber daya yang diinginkan sangatlah mudah, namun untuk mencari yang sesuai kebutuhan merupakan tantangan tersendiri di Indonesia. Sumber finansial sangat sulit kalau tidak dapat dikatakan mustahil jika ingin didapatkan dari bank. Karena selain industri perbankan dalam keadaan terpuruk, di dalam dunia maya tidak dikenal keberadaan aset fisik sebagai kolateral, yang ada adalah aset digital. Mencari pinjaman uang dalam bentuk ekuitas juga cukup sulit karena belum terujinya bisnis model yang ditawarkan merupakan resiko yang dianggap besar bagi pemilik dana. Pada akhirnya modal venture (ventura capital) merupakan sumber dana utama yang diharapkan dapat membiayai ide bisnis yang ada. Untuk mencari mereka tidaklah sulit, karena selain terdapat lokasi-lokasi strategis tempat mereka berkumpul (yang paling banyak adalah di Amerika), tidak sedikit dari mereka yang sering berkeliaran di seminar-seminar internasional untuk mencari ide-ide segar. Walaupun ribuan ide baru berkembang setiap harinya, mereka tetap mencari peluang-peluang baru, apalagi mereka terkena sindrom “do not want to miss another Yahoo!”. Tantangan tersulit adalah meyakinkan mereka sehingga yang bersangkutan setuju untuk memodali bisnis yang direncanakan. Tentu saja setiap pemberi modal memiliki karakteristik yang berbeda, mulai dari yang konvensional (dimana mereka membutuhkan dokumen “business plan” yang jelas) sampai dengan yang hanya bermodal percaya saja. Strategi investasi pun merupakan permasalahan tersendiri mengingat bisnis di dunia maya biasanya membutuhkan injeksi dana yang tidak hanya sekali. Rencana “exit strategy” juga merupakan hal yang biasanya mereka tanyakan untuk melihat seberapa bernilai keuntungan bisnis yang ditawarkan.
Sumber: Eko Indrajit, 2000

0 komentar:

Posting Komentar